Teruslah Bersuara Kritis di Dunia Maya

Korban Pasal 27 ayat 3 UU ITE terus berjatuhan.

Terakhir, korban baru datang dari Manado, Sulawesi Selatan. Kali ini yang dijerat pasal karet tersebut adalah Rosali Amelia Smith. Warga Manado ini ditangkap polisi 26 Maret 2014 dengan tuduhan melanggar Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Belum jelas bagaimana kasus terhadap Rosali ini. Menurut beberapa media, dia sudah dilaporkan oleh Jolanda Lamaega pada tahun 2012 karena menulis status di Facebook yang dianggap mencemarkan nama baik.

Tidak tahu kenapa, dua tahun kemudian kasus ini baru ditindaklanjuti oleh anggota Polres Minahasa Utara. Dia langsung ditahan. Rosali Amelia sendiri saat ini merupakan calon anggota legislatif dari Partai Nasional Demokrat (Nasdem).

Jerat terhadap Rosali menambah panjang daftar warga dunia maya (netizen) di Indonesia yang dijerat pasal karet UU ITE. Berdasarkan catatan Safenet, jaringan advokasi kebebasan berekspresi dunia maya di Asia Tenggara, hingga saat ini setidaknya ada 30-an kasus akibat UU ITE.

Lalu, haruskah kita gentar karena ancaman oleh UU hasil rezim SBY ini terus menjerat warga dunia maya?

JANGAN!

Sebab, sebenarnya, banyak dasar lain untuk menjamin hak kita sebagai warga dunia maya untuk tetap kritis bersuara. Bersuara kritis di dunia maya adalah hak tiap warga negara. Berekspresi, termasuk di dunia maya, adalah hak yang melekat pada setiap orang. Hak asasi manusia (HAM).

Menurut Buku Saku Kebebasan Berekspresi di Internet ELSAM, jaminan hak atas kebebasan berekspresi itu terdapat dalam sejumlah instrumen. Di bawah ini adalah sejumlah jaminan tersebut dengan poin pentingnya.

Pertama, Pasal 19 Deklarasi Universal HAM. Setiap orang mempunyai hak untuk bebas berpendapat dan berekspresi. Hak ini mencakup kebebasan untuk mencari, menerima, dan menyampaikan informasi dan ide melalui media apa pun.

Kedua, Pasal 19 Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik. Setiap orang mempunyai hak untuk bebas berekspresi, termasuk kebebasan mencari, menerima, dan menyampaikan informasi dan ide dalam segala bentuknya.

Ketiga, Pasal 10 Konvensi Eropa untuk Perlindungan HAM dan Kebebasan Dasar. Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berekspresi.

Keempat, Pasal 13 ayat 1 Konvensi HAM Amerika. Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berpikir dan berekspresi.

Kelima, Pasal 9 Piagam Afrika tentang HAM dan Hak Penduduk. Setiap individu mempunyai hak untuk menerima informasi.. (dan) mengekspresikan dan menyebarkan pandangannya berdasarkan hukum.

Keenam, Pasal 23 Deklarasi HAM ASEAN. Setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi, termasuk kebebasan mencari, menerima, dan menyebarkan informasi, baik secara lisan maupun tulisan, melalui media yang dipilihnya.

Jaminan-jaminan di atas masih bersifat regional. Karena itu, Indonesia pun membuat beberapa jaminan kebebasan berekspresi sendiri.

Pertama, Pasal 28E ayat 2 UUD 1945. Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.

Kedua, Pasal 28E ayat 3 UUD 1945. Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.

Ketiga, Pasal 28F UUD 1945. Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi… mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan segala saluran yang tersedia.

Pasal 14 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999. Setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya.

Pasal 14 ayat (2) UU No. 32 Tahun 1999. Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia.

Karena begitu banyak jaminan terhadap hak warga untuk berekspresi, maka tak usah takut. Teruslah tetap bersuara kritis di dunia maya.