Setelah Fadhli, Siapa Lagi?

Fadhli Rahim akhirnya divonis 8 bulan penjara. Satu lagi korban akibat UU ITE jatuh.

Wanita 58 tahun itu langsung histeris sesaat setelah hakim membacakan vonis atas anaknya. Beberapa orang kerabatnya yang selama persidangan terus mendampinginya dengan cepat menenangkan ibu berkerudung ungu itu. Namanya ibu Rukmini, beliau adalah ibunda Fadhli Rahim, terdakwa kasus pencemaran nama baik atas Bupati Gowa, Ichsan Yasin Limpo.

Fadhli, PNS di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Gowa sudah duduk di kursi pesakitan sejak November 2014 yang lalu. Ocehannya di grup LINE membuat Bupati Gowa meradang dan merasa nama baiknya dicemarkan. Berawal dari ocehan itulah, Fadhli akhirnya dibui dan harus mengikuti proses persidangan yang panjang.

Dalam pembelaannya, Fadhli melalui kuasa hukumnya membantah kalau ocehannya itu memang bermaksud untuk menghina dan mencemarkan nama baik pak Bupati. Alasan lainnya, ocehan itu harusnya tetap berada di ruang privat dan tidak tersebar ke publik kalau saja tidak ada pihak yang meneruskannya entah karena alasan apa.

Dalam proses persidangan tak sekalipun saksi korban, Bupati Gowa datang menghadiri sidang dan memberi kesaksian. Oleh penasehat hukum Fadhli, ketidakhadiran Bupati Gowa ini dianggap sebagai syarat mutlak untuk menggugurkan tuntutan atas Fadhli. Logikanya, kalau si korban saja tak pernah datang dan memberi kesaksian, mana mungkin kasus ini bisa diteruskan?

Tapi semua pembelaan dari Fadhli dan kuasa hukumnya tidak berarti di depan majelis hakim yang terhormat. Oleh majelis hakim, Fadhli dianggap terbukti melakukan tindak pencemaran nama baik dan penghinaan menggunakan internet sebagai mediumnya. Fadhli juga dianggap bersalah karena membuat muatan berisi penghinaan dan nama baik itu tersebar ke publik atau memenuhi unsur mentransmisikan seperti yang tercantum dalam UU ITE pasal 27 ayat 3. Karenanya Fadhli layak dijatuhi hukuman 8 bulan penjara atau lebih ringan dari tuntutan Jaksa yang menuntutnya 1 tahun 6 bulan penjara.

Fadhli berdiri memandang ibunya dari jauh, matanya sembab menyimpan kelelahan dan rasa perih yang dalam. Perlahan-lahan dia berjalan ke pagar yang membatasi pengunjung sidang dan ruang persidangan. Sang ibunda juga mendekat, masih dengan tangis yang perlahan semakin meledak. Mereka lantas berpelukan, larut dalam tangis dan kepedihan.

“Bukan Fadhli yang menyebarkan! Hasni yang menyebarkan! Hasni yang kurang ajar! Dia yang cari muka di depan Bupati, dia dua kali gagal lolos tes CPNS, makanya dia cari muka!” Teriak seorang ibu, kerabat Fadhli dengan emosi yang tak tertahan. Beberapa orang wanita berusaha menenangkannya, tapi sang ibu terus berteriak mencaci maki Hasni, wanita yang diduga meneruskan chatting di grup LINE itu ke Bupati Gowa.

“Allah Akbar!” sayup-sayup kalimat itu keluar dari mulut ibu Rukmini, ibunda Fadhli. Mereka berpelukan agak lama, isak tangis sesekali terdengar di antara bunyi shutter kamera dan ocehan para pengunjung, wartawan dan polisi yang mengelilingi mereka.

*****

18 Februari 2015 akan jadi tanggal yang sulit dilupakan Fadhli, selain tanggal 6 Mei 2014 ketika pertama kali dia mengeluarkan ocehannya di grup LINE alumninya. Hari ini Fadhli resmi jadi pesakitan, ocehan singkatnya tentang Bupati Gowa akan membawanya tetap mendekam di balik jeruji besi, merasakan dinginnya penjara sampai sekira 3 bulan ke depan.

Mungkin bukan dinding penjara yang membuatnya kalut, tapi kesedihan sang ibu yang juga turut terkena getah. Tak ada satupun ibu waras di dunia ini yang rela melihat anaknya menghabiskan hari di penjara, terenggut dari kebebasan dan bahkan dia sendiri harus menanggung beban dipindahtugaskan ke daerah yang jauh.

18 Februari 2015, satu lagi korban UU ITE pasal 27 ayat 3 jatuh. Di kabupaten yang dulu jadi perlambang kejayaan sebuah kerajaan bernama kerajaan Gowa, seorang warga harus tunduk pada kekuatan penguasa.

Setelah ini mungkin akan lebih banyak lagi pejabat yang mengikuti jejak Bupati Gowa, memenjarakan warganya dengan tuduhan pencemaran nama baik dan penghinaan. UU ITE terbukti ampuh menjadi alat untuk menakut-nakuti warga. Perlahan-lahan tingkat represif penguasa bisa saja akan membesar dan terus menekan, termasuk buat mereka yang rajin mengkritik penguasa lalim.

Tertinggal satu pertanyaan, setelah Fadhli siapa lagi yang akan jadi korban?

Ipul Gassing, SAFENET