[Rilis Pers] Tuntutan JPU Atas Ibu Nuril Berlebihan dan Mengabaikan Fakta Hukum

TUNTUTAN JAKSA PENUNTUT UMUM ATAS IBU NURIL BERLEBIHAN DAN MENGABAIKAN FAKTA HUKUM

Ibu Baiq Nuril dituntut pidana penjara 6 bulan dan denda sebesar Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.

Jakarta, 14 Juni 2017 – Dalam sidang pengadilan di PN Mataram siang hari ini, korban pelecehan seksual yang dituntut dengan pasal menyebarkan muatan asusila oleh mantan atasannya, Ibu Baiq Nuril, dituntut oleh jaksa penuntut umum Julianto, SH dan Ida Ayu Putu Camundi Dewi, SH dengan tuntutan pidana 6 bulan penjara dan denda sebesar Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.

Dalam persidangan yang telah berlangsung sejak 10 Mei 2017, telah disampaikan fakta hukum bahwa Ibu Baiq Nuril bukanlah pihak yang melakukan tindakan mentransmisikan atau mendistribusikan rekaman percakapan mesum tersebut. Hal ini sudah diperkuat dengan keterangan saksi ahli dari Kemenkominfo Teguh Afriyadi SH di persidangan sebelumnya. Perbuatan melanggar hukum tersebut dilakukan oleh pihak lain dan bukanlah ibu Baiq Nuril sendiri.

Atas dasar itu, Southeast Asia Freedom of Expression Network/SAFEnet menyatakan tuntutan jaksa atas ibu Nuril berlebihan dan mengabaikan fakta hukum yang ada.

Pertama, tuntutan tersebut adalah tuntutan yang salah alamat karena pelaku tindak pidana bukanlah Ibu Baiq Nuril melainkan orang lain. Sehingga unsur tindakan melakukan transmisi dan atau mendistribusikan seperti tercantum dalam pasal 27 ayat 1 UU ITE tidak bisa diarahkan pada Ibu Baiq Nuril.

Kedua, tuntutan JPU sebesar 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan tersebut berlebihan mengingat lemahnya dakwaan dan barang bukti yang diajukan pada persidangan di hadapan majelis hakim PN Mataram.

Ketiga, tuntutan JPU terkesan menutup mata pada kebenaran yang terungkap dalam persidangan dan terkesan lebih didorong pada hasrat memenjarakan Ibu Baiq Nuril.

SAFEnet sekali lagi menegaskan perlunya kecermatan semua pihak yang saat ini sedang terilbat dalam persidangan Ibu Baiq Nuril untuk memeriksa semua bukti agar terhindar memidana orang yang tidak bersalah dan yang seharusnya dilindungi oleh hukum.

 

Jakarta, 14 Juni 2017