Kasus Novel

Pada 14 Februari 2017, sebagai ketua Wadah Pegawai dan penyidik senior KPK Novel Baswedan mengirimkan email keberatan kepada Direktur Penyidikan KPK Brigjen Pol Aris Budiman dengan ditembuskan ke Pimpinan KPK, R Bimo Gunung Abdul Kadir, Heru Winarko, Dian Novianthi, dan Pengurus Wadah Pegawai. Email tersebut berjudul “Protes atas kebijakan Direktur Penyidikan” yang isinya

  • Protes atas Nota Dinas tanggal 8 Februari 2017 tentang permintaan rekrutmen penyidik Polri untuk posisi Kasatgas. Alasannya: tidak peduli dengan jenjang karir bagi fungsional penyidik yang ada, resiko masalah integritas ketika masuk berapa orang baru dari luar pada level senior di Direktorat Penyidikan KPK.
  • Novel Baswedan khawatir Dirdik KPK Aris Budiman mencatatkan diri sebagai Dirdik terburuk sepanjang sejarah KPK karena selama ini tidak terlihat memberikan masukan teknis pada proses penyidikan, tidak pula terlihat memiliki pola manajerial yang baik, dan terlebih lagi terlihat tidak berintegritas.

Atas isi email tersebut, Dirdik KPK Aris Budiman merasa sangat dilecehkan oleh penyidik KPK Novel Baswedan. Aris Budiman tidak terima dikatakan tidak mempunyai integritas sebagai Dirdik KPK dan tudingan Novel bahwa dirinya adalah Dirdik KPK terburuk sepanjang sejarah KPK.

Atas dasar itu, dia melaporkan Novel ke polisi atas tuduhan telah melakukan penghinaan dan pencemaran nama baik seperti tertuang dalam Laporan Polisi Nomor: LP/3937/VIII/2017/PMJ/Dit Reskrimsus tanggal 21 Agustus 2017. Pasal yang dituduhkan adalah Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (3) UU RI No. 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI No. 11 Tahun 2008 tentang ITE.

Pada 28 Agustus 2017, Kepolisian menerbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) terhadap kasus Novel Baswedan.

Pada 5 September 2017, Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal Polri, Kombes Erwanto Kurniadi, melaporkan Novel atas pencemaran nama baik penyidik kepolisian. Aris Budiman juga membuat laporan lagi terhadap Novel dengan No LP/4220/IX/2017/PMJ/Dit Reskrimsus itu terkait pemberitaan di majalah TEMPO yang berjudul “Penyusup dalam Selimut”.