Pemantauan dan Pelarangan Pendapat serta Pembentukan Kontra Narasi Terhadap Penentang Omnibus Law Bertentangan Dengan Hukum Perlindungan Kebebasan Berekspresi

[Rilis Pers] SAFEnet: Pemantauan dan Pelarangan Pendapat serta Pembentukan Kontra Narasi Terhadap Penentang Omnibus Law Bertentangan Dengan Hukum Perlindungan Kebebasan Berekspresi

SAFEnet mengecam instruksi Kapolri yang termuat dalam Surat Telegram Kapolri Nomor: STR/645/X/PAM.3.2./2020 tertanggal 2 Oktober 2020.

Instruksi Kapolri Idham Aziz tersebut bertentangan dengan hukum dan memuat penyalahgunaan wewenang kepolisian yang mengancam kebebasan berekspresi di tengah meningkatnya penolakan masyarakat luas atas pengesahan UU Cipta Kerja (Omnibus Law).

“SAFEnet menilai ada dua poin di antaranya yang memuat ancaman terhadap hak kebebasan berekspresi, yaitu pada poin kelima dan poin keenam,” ujar Ika Ningtyas selaku Kepala Divisi Kebebasan Berekspresi SAFEnet.

“Pada poin kelima yang berbunyi ‘Lakukan cyber patrol pada medsos dan manajemen media untuk bangun opini publik yang tidak setuju dengan aksi unras di tengah pandemi COVID-19’. Kemudian pada poin keenam yang memberi instruksi ‘Lakukan kontra narasi isu-isu yang mendiskreditkan pemerintah’.”

“Kedua poin tersebut memberangus hak kebebasan berekspresi di tengah merebaknya kritik dan aksi masyarakat terhadap upaya pengesahan UU Cipta Kerja (Omnibus Law),” jelasnya.

Ika mengingatkan bahwa kebebasan berekspresi merupakan salah satu dasar dari masyarakat demokratis, salah satu prasyarat mendasar untuk kemajuan masyarakat, serta untuk memastikan dinikmatinya hak asasi manusia dan kebebasan fundamental lainnya. Sehingga negara wajib menahan diri untuk mengintervensi kebebasan berekspresi. Sebaliknya, negara berada di bawah kewajiban positif untuk melindungi kebebasan berekspresi.

Penghormatan kepada demokrasi adalah memberi ruang yang seluas-luasnya bagi perbedaan pendapat, apalagi bila penyampaian pendapat tersebut dilakukan dengan cara damai dan tidak menyalahi dari hukum internasional.

Pasal 19 ayat 2 Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang disahkan pada 1966, menyatakan, “Setiap orang berhak atas kebebasan menyatakan pendapat; hak ini termasuk kebebasan mencari, menerima dan memberikan informasi dan pemikiran apapun, terlepas dari pembatasan-pembatasan secara lisan, tertulis, atau dalam bentuk cetakan, karya seni, atau melalui sarana lain sesuai dengan pilihannya.”

Juga sesuai hukum internasional, batasan pelarangan pendapat ada dalam pasal 20 ICCPR yaitu bila pendapat yang disampaikan merupakan propaganda perang dan tindakan menyebarkan kebencian berbasis ras atau agama yang dapat menyebabkan diskriminasi, permusuhan atau kekerasan.

Atas dasar itu, tindakan melakukan aksi unjuk rasa menentang UU Omnibus Law sebenarnya tidak dapat dianggap sebagai tindakan melanggar hukum. Sebaliknya, aspirasi dari masyarakat seharusnya dijamin oleh negara dalam setiap proses pembuatan undang-undang.

Hal lain yang mengganggu adalah kepolisian yang seharusnya menjamin dilaksanakannya kebebasan berekspresi yang damai malah terlibat dalam membuat kontra narasi terhadap mereka yang dinilai mendiskreditkan pemerintah.

Hal ini bertentangan dengan pasal 13 UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa tugas pokok Polri adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; menegakkan hukum; dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Dalam hal ini, seharusnya tugas kepolisian adalah memberi perlindungan kepada mereka yang menyampaikan pendapat, bukan malah melarang penyampaian pendapat.

Atas dasar itu, Southeast Asia Freedom of Expression Network/SAFEnet sebagai organisasi regional yang memperjuangkan hak-hak digital warga di Asia Tenggara menilai Surat Telegram Kapolri ini harus segera dicabut karena menyalahi prinsip dasar perlindungan kebebasan berekspresi.

“Surat Telegram Kapolri ini menunjukkan Polri tidak menjalankan tugasnya melindungi masyarakat. Justru sebaliknya Polri membelakangi masyarakat dan lebih condong menjalankan perintah untuk kepentingan melindungi investasi dengan melanggar hak kebebasan berekspresi dari warga negara yang menolak keberadaan UU Cipta Kerja,” pungkas Damar Juniarto, Direktur Eksekutif SAFEnet.

Denpasar, 5 Oktober 2020

Narahubung:
Hotline SAFEnet 08119223375
E-mail: [email protected]