[Rilis Pers] SAFEnet Bersurat ke Menkominfo Meminta Pembatalan Permenkominfo No. 5 Tahun 2020

Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), organisasi regional yang bergerak melindungi hak-hak digital di Asia Tenggara, bersurat kepada Menteri Komunikasi dan Informatika Johny G. Plate. Surat tersebut dikirim tanggal 18 Mei 2021 ke kantor Kementerian dan juga ke alamat email Kementerian di Jakarta, Indonesia. Sesuai notifikasi dari kurir, surat telah diterima pada 19 Mei 2021.

“Kami telah bersurat secara resmi kepada Menkominfo Johny G. Plate untuk menyampaikan pandangan organisasi yang pada intinya melihat ada ancaman baru dari Permenkominfo No. 5 Tahun 2020 yang akan berlaku efektif pekan depan, 24 Mei 2021. Kami berharap Menkominfo berkenan mempertimbangkan rekomendasi kami,” ujar Damar Juniarto selaku Direktur Eksekutif SAFEnet.

Dalam surat tersebut Damar menyampaikan kepada Menteri Kominfo dan jajaran, pandangan organisasi SAFEnet atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik Lingkup Privat (selanjutnya disingkat Permenkominfo 5/2020) yang disahkan pada 24 November 2020.

Terbitnya Permenkominfo ini tentu mengejutkan di tengah desakan publik untuk segera menuntaskan pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi, ternyata pemerintah justru mengatur lebih jauh nan teknis terkait sistem elektronik lingkup privat. Karena lingkup privat, tentunya akan punya konsekuensi hukum sekaligus masalah yang sangat mungkin terjadi, terutama dampak yang ditimbulkan dari sisi bukan semata aturan yang tidak sesuai standar, teori hukum maupun prinsip-prinsipnya, melainkan pula masalah dasar kebebasan dan hak-hak asasi manusia, khususnya di ranah digital atau online.

Surat ini dilengkapi dengan ringkasan eksekutif dan analisis hukum yang dilakukan SAFEnet. Ada 7 poin pandangan yang menjadi keberatan SAFEnet atas isi Permenkominfo No. 5 Tahun 2020.

Selain itu, SAFEnet juga memberikan rekomendasi kepada Menteri Kominfo yakni:

  1. Menata legislasi dan regulasi bila ketentuan pokok nan mendasarnya belum cukup tunggal dan utuh mengatur, sebagaimana dikaitkan dengan rencana atas Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Aturan saat ini masih tersebar luas, dan tidak begitu jelas dipahami lingkup tanggung jawabnya. Artinya memerlukan penataan yang lebih komprehensif dan protektif.
  2. Berkaitan dengan itu, diharapkan upaya progresif undang-undang perlindungan data pribadi dapat menjadi pijakan bersama menentukan arah perubahannya, termasuk menegaskan prinsip-prinsip, mekanisme, prosedur, saluran komplain atas pembatasan yang dilakukan, mengingat urgensi atas cakupan dan levelnya perlu pula penegasan legislasinya.
  3. Pemerintah perlu pula memastikan perlindungan hak privasi atau pribadi, termasuk dalam lingkup PSE privat, sehingga aturan yang terintegral terkait undang-undang yang mengatur perlindungan data pribadi dapat menjadi induk pengaturan.
  4. Perlu pula memastikan keterlibatan publik dalam pengembangan kebijakan atau pembentukan hukum peraturan perundang-undangan terkait, meskipun produk hukum itu bagian dari wewenang pilar eksekutif.

Denpasar, 21 Mei 2021